Patrazone.com – Pemerintah Indonesia didesak untuk meniru langkah tegas Korea Selatan dan China dalam mengatur platform over the top (OTT) asing seperti WhatsApp, Netflix, TikTok, dan lainnya. Langkah ini dinilai penting untuk menciptakan ekosistem digital yang adil sekaligus menjaga keberlanjutan industri telekomunikasi dalam negeri.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel), Jerry Mangasas Swandy, menyoroti ketimpangan kontribusi OTT asing terhadap infrastruktur digital nasional yang dibangun dengan investasi besar oleh operator lokal.
“OTT memanfaatkan jaringan operator untuk mengalirkan trafik masif, tapi kontribusinya masih minim. Kita bisa mencontoh Korea Selatan, di mana Netflix akhirnya membayar kontribusi kepada operator lokal setelah proses hukum dimenangkan oleh industri nasional,” ujar Jerry, Rabu (23/7/2025).
Korsel Tegas, Netflix Akhirnya Bayar Kontribusi
Sejak 2020, Korea Selatan telah mengamandemen Undang-Undang Bisnis Telekomunikasi mereka. Salah satu pasalnya mewajibkan OTT menjaga kualitas layanan dan berbagi tanggung jawab terhadap beban jaringan.
Hal serupa dilakukan China, yang tak hanya menerapkan filterisasi ketat terhadap OTT asing, tetapi juga mendorong terciptanya layanan alternatif lokal seperti WeChat dan iQiyi yang menjadi pesaing langsung WhatsApp maupun Netflix.
Indonesia Masih Lemah dalam Regulasi OTT
Menurut Sekretaris Jenderal APJII, Zulfadly Syam, Indonesia masih memiliki nilai tawar yang rendah terhadap OTT asing. Ia menilai pemerintah belum cukup memberikan perhatian pada pengembangan layanan lokal sejenis dan membiarkan pasar berjalan secara “seleksi alam”.
“Harusnya pemerintah menciptakan ekosistem riset dan inovasi untuk OTT dalam negeri. Jangan hanya berharap pasar yang menyaring. Negara punya tanggung jawab membentuk kondisi yang adil,” jelas Zulfadly.
Regulasi Sudah Ada, Tapi Belum Ditegakkan
Faktanya, Indonesia sebenarnya telah memiliki dasar hukum yang memungkinkan pengelolaan trafik OTT. Pasal 15 ayat (6) Peraturan Pemerintah No.46/2021 dan Pasal 11 Permenkominfo No.5/2021 memberi ruang bagi penyelenggara jaringan untuk mengatur trafik demi kepentingan nasional dan kualitas layanan.
Namun, hingga kini implementasi regulasi tersebut belum maksimal. OTT asing terus tumbuh dan mendominasi trafik, sementara beban peningkatan kapasitas jaringan masih sepenuhnya ditanggung operator dalam negeri.
“Kalau ini dibiarkan, operator kita bisa kolaps. Trafik besar, biaya tinggi, tapi tidak ada fair share. Justru OTT juga yang akan terdampak kalau kualitas jaringan turun,” lanjut Jerry.
Saatnya Tiru China dan Korea Selatan
Baik Apjatel maupun APJII sepakat, Indonesia perlu segera menata ulang regulasi digital agar bisa menghadapi dominasi OTT asing secara adil dan strategis. Tidak hanya untuk kepentingan industri lokal, tetapi juga untuk melindungi kepentingan nasional di sektor strategis seperti telekomunikasi.