Sri Mulyani Waspadai Kinerja Manufaktur RI Tergerus Konflik Timur Tengah dan Tarif Trump

Patrazone.com — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, industri manufaktur Indonesia sedang menghadapi tekanan berat akibat memanasnya konflik geopolitik di Timur Tengah serta kebijakan tarif resiprokal dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kedua faktor tersebut berpotensi memperlemah kinerja sektor manufaktur nasional secara signifikan.
“Memasuki triwulan II 2025 yang meliputi April hingga Juni, aktivitas manufaktur global menunjukkan pelemahan. Dampaknya tentu juga dirasakan di Indonesia,” ujar Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama DPR RI, Kamis (3/7/2025).
PMI Manufaktur RI Terjun ke Level Kontraksi
Dalam bahan paparan yang disampaikan, Sri Mulyani mencatat bahwa indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur global telah turun di bawah level 50 sejak Mei 2025, menandakan kontraksi aktivitas manufaktur dunia. Khusus di Indonesia, PMI manufaktur tercatat anjlok ke angka 46,9 pada Juni 2025, memburuk dari posisi 47,4 di bulan sebelumnya.
Angka PMI di bawah 50 menunjukkan penurunan aktivitas manufaktur, sebuah indikasi perlambatan yang mulai terasa di sejumlah subsektor industri. Misalnya, penjualan mobil merosot 15,1 persen, sementara penjualan semen turun 3,8 persen pada Mei, padahal bulan sebelumnya masih mencatat kenaikan hingga 29,5 persen.
“Seluruh aktivitas manufaktur Indonesia kini berada di zona kontraktif. Hal ini mencerminkan dampak negatif kondisi global terhadap pertumbuhan komponen ekonomi dalam negeri,” jelas Sri Mulyani.
Manufaktur ASEAN Juga Alami Penurunan Signifikan
Pelemahan manufaktur tidak hanya terjadi di Indonesia. Laporan S&P Global yang dirilis pada awal Juni 2025 menunjukkan, indeks PMI manufaktur di kawasan ASEAN juga mengalami penurunan selama tiga bulan berturut-turut. Pada Juni, PMI manufaktur ASEAN tercatat di angka 48,6, turun dari 49,2 pada Mei.
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia bahkan mencatat PMI manufaktur terendah, menunjukkan tekanan yang lebih tajam dibandingkan mitra regional.
Tantangan Manufaktur RI di Tengah Ketidakpastian Global
Kontrakasi manufaktur Indonesia yang berlanjut selama tiga bulan terakhir — dari 46,7 pada April, naik sedikit ke 47,4 di Mei, lalu turun lagi ke 46,9 pada Juni — mencerminkan tantangan besar yang harus dihadapi sektor ini. Faktor eksternal seperti konflik geopolitik di Timur Tengah serta kebijakan tarif AS turut menekan permintaan dan pasokan global yang berdampak pada manufaktur domestik.
Situasi ini menjadi peringatan bagi pemerintah untuk mengambil langkah cepat guna memperkuat daya tahan sektor manufaktur dan memperkuat ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.