Pemblokiran IP Dinilai Belum Efektif Atasi Judi Online, Komdigi: Pelaku Semakin Canggih Gunakan Kripto dan VPN

Patrazone.com – Upaya pemerintah dalam memberantas praktik judi online masih dihadapkan pada sejumlah tantangan besar, terutama dari sisi teknis dan perbedaan kebijakan hukum antarnegara. Hal ini diungkap oleh Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Teguh Arifiyadi, dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Menurut Teguh, pemblokiran alamat protokol internet (IP) yang selama ini menjadi salah satu strategi utama pemerintah belum mampu menghentikan akses secara menyeluruh ke situs-situs judi online.
“Kami batasi IP dari negara-negara yang dicurigai sebagai basis operasi judi online. Tapi, apakah itu menyelesaikan masalah? Tidak juga,” ujar Teguh.
Pelaku Gunakan VPN hingga Masking IP untuk Menyiasati Pemblokiran
Teguh menjelaskan, para pelaku judi online kini semakin lihai menyiasati pemblokiran. Mereka memalsukan alamat IP agar terlihat berasal dari negara lain yang belum terkena blokir. Bahkan, penggunaan VPN (Virtual Private Network) dan teknik masking IP telah menjadi metode umum untuk menghindari deteksi.
“Begitu satu negara diblokir, mereka langsung pindah akses lewat VPN atau metode masking lain. Ini membuat pemblokiran menjadi seperti permainan kucing dan tikus,” tambahnya.
Perbedaan Hukum Antarnegara Jadi Tantangan Serius
Selain tantangan teknis, Teguh menyoroti kesenjangan kebijakan hukum antarnegara, terutama di kawasan Asia Tenggara. Beberapa negara di wilayah ini bahkan melegalkan aktivitas judi, baik secara daring maupun luring, yang menyulitkan kerja sama lintas negara dalam menindak pelaku.
“Instrumen hukumnya berbeda. Mereka bilang boleh, kita bilang tidak. Ini bikin pendekatan represif makin rumit,” jelasnya.
Pekerja Migran Indonesia Terlibat di Sektor Judi Online
Masalah lain yang turut memperumit pemberantasan judi online adalah keterlibatan pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor-sektor pendukung aktivitas ilegal ini di luar negeri. Teguh menyebutkan, jumlah pekerja yang terlibat meningkat drastis.
“Tadinya hanya sekitar 6.000 per tahun, sekarang mencapai 90.000 pekerja yang terserap ke sektor-sektor seperti judi online dan pinjaman ilegal,” ungkapnya.
Aset Kripto Jadi Modus Baru Transaksi Judi Online
Di sisi transaksi keuangan, pelaku kini mulai beralih menggunakan aset kripto (cryptocurrency) untuk menyamarkan aliran dana. Hal ini membuat proses pelacakan menjadi jauh lebih sulit ketimbang menggunakan rekening perbankan.
“Dengan kripto, perputaran dananya bisa langsung ke luar negeri. Apalagi sekarang banyak rekening bank diperjualbelikan secara ilegal, termasuk virtual account,” kata Teguh.
Koordinasi Internasional Masih Lemah
Teguh menambahkan, lemahnya koordinasi internasional juga menjadi kendala besar dalam penindakan. Karena pendekatan hukum yang berbeda, negara-negara cenderung memiliki kebijakan sendiri-sendiri, yang membuat kerja sama menjadi tidak efektif.
“Karena tidak ada kesepahaman hukum, akhirnya pemerintah hanya bisa melakukan pendekatan preventif, seperti membatasi akses IP,” pungkasnya.
Upaya Berkelanjutan Diperlukan
Meski tantangan yang dihadapi cukup kompleks, Teguh menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menyerah. Komdigi akan terus bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk sektor teknologi dan keuangan, untuk mengembangkan pendekatan baru yang lebih adaptif dan responsif.