Ikan Waduk Cirata Tercemar Merkuri, Pakar IPB: Sudah Tak Layak Konsumsi dan Berbahaya untuk Otak

Patrazone.com – Kondisi Waduk Cirata, Jawa Barat, saat ini menjadi sorotan serius. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono mengungkap bahwa ikan-ikan di Waduk Cirata sudah tidak layak konsumsi, karena tercemar merkuri dalam kadar tinggi yang membahayakan kesehatan.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Penandatanganan Nota Kesepakatan Program Revitalisasi Tambak Pantura di kantor KKP, Jakarta Pusat, Rabu (25/6/2025). Trenggono mengaku sedang berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mencari solusi jangka panjang.
“Waduk Cirata itu sebenarnya sudah tidak layak dimakan, ikannya sudah tidak layak. Karena kandungan merkurinya sangat tinggi dan itu sangat tidak sehat untuk masyarakat,” ujar Menteri Trenggono.
Dampak Merkuri: Dari Sungai ke Ikan, Lalu ke Tubuh Manusia
Menanggapi pernyataan ini, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof Dietriech Geoffrey Bengen, DEA, menegaskan bahwa kekhawatiran Menteri KKP sudah didasarkan pada kajian ilmiah yang sahih.
Ia menjelaskan bahwa merkuri bisa masuk ke perairan melalui banyak jalur, seperti limbah industri, aktivitas tambang emas ilegal, limbah rumah tangga (misalnya baterai bekas), dan residu pestisida dari pertanian.
Begitu berada di perairan, merkuri dapat berubah menjadi metilmerkuri, bentuk paling beracun yang mudah masuk ke rantai makanan dan menumpuk di tubuh ikan, khususnya jenis predator atau ikan yang hidup lebih lama.
“Proses bioakumulasi dan biomagnifikasi membuat ikan-ikan besar memiliki kadar merkuri lebih tinggi. Ini sangat berbahaya jika dikonsumsi manusia secara rutin,” ungkap Prof Dietriech dalam keterangannya, Kamis (10/7/2025).
Ancaman Serius: Kerusakan Saraf, Ginjal, hingga Gangguan Imun
Prof Dietriech menyebut bahwa merkuri, khususnya metilmerkuri, adalah neurotoksin kuat yang bisa berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Jika ikan tercemar dikonsumsi dalam jumlah besar dan berkala, dampaknya bisa sangat serius.
“Merkuri bisa merusak sistem saraf pusat, menyebabkan sakit kepala, tremor, gangguan penglihatan, bahkan gangguan ginjal dan sistem imun,” tegasnya.
Risiko paling besar mengintai ibu hamil dan anak-anak, karena paparan merkuri dapat memengaruhi perkembangan otak janin dan anak, serta meningkatkan risiko cacat lahir dan keterlambatan kognitif.
Solusi Jangka Panjang: Kurangi Keramba, Hentikan Pencemaran
Untuk menangani masalah kronis ini, Prof Dietriech menekankan perlunya pendekatan multidimensi yang melibatkan berbagai sektor, tidak hanya kementerian terkait.
Ia mengusulkan lima langkah strategis:
- Komunikasi risiko secara terbuka – Pemerintah harus menyampaikan informasi kadar merkuri di perairan Cirata secara transparan kepada publik.
- Edukasi alternatif sumber protein – Warga perlu diarahkan untuk mengonsumsi ikan dari sumber lain yang lebih aman.
- Pemantauan kesehatan masyarakat, terutama kelompok rentan seperti balita dan ibu hamil.
- Penegakan hukum terhadap industri pencemar dan tambang ilegal di kawasan hulu DAS Citarum.
- Pengurangan drastis jumlah keramba – Keramba apung yang melebihi daya dukung waduk harus dikurangi untuk menekan beban limbah organik di perairan.
“Pengurangan keramba itu krusial. Sumber pencemar perlu ditangani sampai ke hulunya, bukan hanya gejala di hilir,” tambahnya.
Saatnya Refleksi: Waduk Cirata dan Urgensi Pemulihan DAS Citarum
Kasus Waduk Cirata menjadi cerminan nyata krisis lingkungan yang melibatkan banyak pihak dan dampaknya bisa lintas generasi. Diperlukan komitmen kuat antara pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan dunia usaha untuk memulihkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum secara menyeluruh.
Karena jika tidak segera ditangani, Waduk Cirata tidak hanya kehilangan fungsinya sebagai sumber pangan dan energi, tapi juga bisa menjadi “bom waktu” bagi kesehatan masyarakat.