Patrazone.com – Sepasang orang tua di Kyoto, Jepang, mengajukan gugatan hukum setelah putra mereka yang masih berusia 10 tahun tanpa sepengetahuan mereka menghabiskan hingga 4,6 juta yen atau sekitar Rp479 juta untuk melakukan transaksi di aplikasi TikTok. Sebagian besar dana tersebut dihabiskan untuk memberi “tip” kepada kreator konten dalam fitur siaran langsung TikTok.
Kasus yang menyeruak ini menyulut perbincangan publik soal keamanan digital anak serta tanggung jawab penyedia layanan teknologi dalam melakukan verifikasi usia pengguna.
Transaksi Tak Terpantau: Orang Tua Ajukan Gugatan ke Pengadilan
Dikutip dari Japan Today, orang tua korban mengaku kaget setelah menyadari jumlah pengeluaran fantastis yang dilakukan anaknya selama periode Juni hingga Agustus 2024.
Dari total transaksi tersebut:
- 3,7 juta yen (Rp385 juta) diberikan sebagai “gift” untuk kreator TikTok,
- Sementara sisanya digunakan untuk pembelian lain dalam aplikasi.
Tak tinggal diam, keduanya menggugat dua perusahaan sekaligus:
- ByteDance Japan (operator TikTok),
- Apple Japan (penyedia layanan pembayaran in-app melalui perangkat iOS).
Gugatan senilai 2,8 juta yen (sekitar Rp276 juta) resmi diajukan ke Pengadilan Distrik Kyoto pada 9 Juli 2025.
Hukum Jepang: Anak Di Bawah Umur Tidak Bisa Membuat Kontrak
Berdasarkan Kitab Undang-Undang Perdata Jepang, kontrak yang dibuat oleh anak di bawah umur tidak sah secara hukum, kecuali jika anak tersebut menyatakan dirinya sebagai orang dewasa secara sengaja.
Orang tua tersebut berargumen bahwa:
- Sistem verifikasi usia TikTok dan Apple dinilai tidak memadai, sehingga memungkinkan anak di bawah umur melakukan transaksi besar.
- Bahkan jika anak mendaftar sebagai orang dewasa, transaksi semestinya dapat dibatalkan, mengingat usia aslinya masih 10 tahun.
Pengembalian Sebagian Dana, Sisanya Masih Diperdebatkan
Sebelumnya, mereka telah:
- Melaporkan kasus ini ke Pusat Urusan Konsumen setempat,
- Mengajukan pengembalian dana ke Apple Japan.
Hasilnya:
- Apple hanya mengembalikan 900.000 yen (sekitar Rp88 juta).
- ByteDance Japan belum memberikan tanggapan.
“Penyedia layanan digital memiliki tanggung jawab etis dan hukum untuk memastikan bahwa pengguna mereka bukan anak-anak, apalagi saat menyangkut transaksi dalam jumlah besar,” ujar kuasa hukum keluarga tersebut.
Seruan Aturan Ketat dan Batasan Smartphone
Insiden ini mendorong wacana baru di Kyoto: regulasi lokal yang membatasi penggunaan smartphone harian untuk semua kelompok usia, khususnya anak-anak.
Masyarakat Jepang kini menyoroti pentingnya:
- Verifikasi identitas yang lebih ketat,
- Kontrol orang tua (parental control),
- Edukasi digital sejak dini agar anak-anak tak terjebak dalam godaan konsumsi digital berlebihan.