Patrazone.com – Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk memajukan pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan menargetkan pemasangan satu juta panel layar televisi interaktif. Namun, sebelum program ambisius ini diluncurkan, ada beberapa tantangan yang harus diatasi, terutama terkait dengan ketersediaan infrastruktur dasar seperti listrik dan internet.
Ian Joseph Matheus Edward, seorang pengamat telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), mengungkapkan bahwa tantangan pertama yang perlu diperhatikan adalah stabilitas pasokan listrik. “Keberlangsungan program ini sangat tergantung pada ketersediaan listrik yang dapat diandalkan,” jelasnya. Selain itu, materi ajar yang dihadirkan dalam format interaktif juga memerlukan perhatian khusus agar bisa diakses dan dimanfaatkan secara optimal.
Kekhawatiran lain yang diungkapkan Ian adalah perawatan perangkat elektronik tersebut. “Setiap perangkat seperti panel digital memiliki usia pakai tertentu, sehingga aspek pemeliharaan harus dipikirkan. Ini mencakup after sales service, tempat perbaikan terdekat, waktu, dan biaya yang diperlukan untuk perbaikan,” imbuhnya saat diwawancarai oleh Bisnis pada Selasa (18/11/2025).
Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menambahkan bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada ketersediaan konektivitas internet di sekolah-sekolah penerima. Mereka menyarankan agar wilayah yang belum terjangkau internet bisa termasuk dalam kategori Universal Service Obligation (USO), yakni kewajiban penyedia layanan untuk menjangkau daerah terpencil.
Sarwoto Atmosutarno, Ketua Umum Mastel, menjelaskan bahwa pemerintah telah menunjuk Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Digital (BLU Bakti Komdigi) untuk menjalankan tanggung jawab USO. “Bakti dapat bekerja sama dengan penyelenggara jaringan internet yang ada, dan mengoptimalkan kapasitas satelit serta infrastruktur fiber optic,” katanya.
Lebih jauh, Sarwoto menilai penugasan pemasangan panel interaktif ini merupakan sinyal akan meningkatnya kebutuhan digitalisasi pemerintah di berbagai sektor. Ini terlihat dari inisiatif yang bermunculan, seperti Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) dan program lainnya yang mendukung digitalisasi.
PT Telkom dan perusahaan sejenis juga harus tetap mempertahankan fokus mereka terhadap penciptaan nilai berbasis pasar, sementara inisiatif-inisiatif seperti itu memerlukan lembaga pelaksana yang lebih fleksibel, seperti yang diharapkan dalam pembentukan badan sejenis Perumtel.
Presiden Prabowo dalam peluncuran program tersebut menyatakan komitmennya untuk mempercepat digitalisasi pendidikan dengan target penambahan tiga panel untuk setiap sekolah di seluruh Indonesia pada tahun 2026. “Ini adalah langkah besar untuk memastikan semua sekolah, terutama di daerah 3T, mendapatkan akses yang sama terhadap fasilitas pendidikan digital,” tegasnya.
Dengan berbagai tantangan yang ada, Prabowo mengakui perlunya dukungan dari TNI dan Polri dalam distribusi perangkat, terutama di daerah pegunungan yang sulit dijangkau. Selain itu, rencana pembangunan studio pusat di Jakarta juga diungkapkan untuk memproduksi materi pembelajaran digital yang dapat diakses oleh semua sekolah secara serentak.
Program ini diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk siswa, tetapi juga memberikan akses bagi orang tua untuk terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka dari rumah.
