Nasional

PMK 81/2025 Meletupkan Amarah Desa: PAPDESI Meledak: Dana Desa Ditahan, Negara Bilang “Uangnya Tidak Ada”, Bencana Sumatera Jadi Dalih Pemerintah

Patrazone.com – Ketegangan antara Perkumpulan Aparatur Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (PAPDESI) dan Kementerian Keuangan memuncak usai kebijakan pencairan Dana Desa dinilai merugikan ribuan desa di seluruh Indonesia.

Pada Kamis (27/11/2025), jajaran DPP PAPDESI dipimpin Ketua Umum Hj. Wargiyati, S.E., mendatangi Kemenkeu untuk menyampaikan protes terkait tertundanya pencairan Dana Desa Tahap II kategori non-earmark sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 81 Tahun 2025.

Rombongan diterima oleh Direktur Dana Desa, Insentif Otsus, dan Keistimewaan, Jaka Sucipta, yang menjelaskan alasan pemerintah menahan sebagian Dana Desa. Namun, penjelasan tersebut dinilai tidak memuaskan.


PAPDESI: Ribuan Desa Terancam Lumpuh

Dalam pertemuan tersebut, PAPDESI menegaskan bahwa kebijakan di PMK 81/2025 membuat ribuan desa berada pada titik kritis. Dengan dihentikannya pencairan Dana Desa non-earmark, desa tidak dapat menjalankan program prioritas.

Banyak desa tak mampu bergerak karena dana yang dijanjikan justru dihentikan,” tegas Wargiyati.

PAPDESI juga menolak rencana pemerintah menggunakan Rp40 triliun dari total Rp60,6 triliun Dana Desa 2026 untuk pembangunan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Dengan sisa hanya sekitar Rp20 triliun, desa rata-rata hanya menerima Rp273 juta—jumlah yang dinilai tak cukup untuk memenuhi target pembangunan.


Jawaban Kemenkeu: Anggaran Negara Tertekan, Fokus Penanganan Bencana

Jaka Sucipta menyebut pemotongan dan penundaan Dana Desa tidak dapat dihindari karena penyesuaian Transfer ke Daerah (TKD) buntut prioritas anggaran baru, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan proyek KDMP.

Ia juga menekankan bahwa dana KDMP bukan “disedot”, melainkan dikembalikan ke desa dalam bentuk aset desa seperti gudang dan gerai koperasi.

Namun, usai sepekan audiensi, pernyataan lebih tegas beredar dari lingkungan Kemenkeu—termasuk Dirjen Perimbangan Keuangan—yang memperjelas posisi pemerintah:

Isi Pernyataan Kemenkeu yang Beredar:

  1. Kebijakan Dana Desa 2025 belum seberapa, jika dibandingkan rencana penyesuaian lebih besar pada 2026.
  2. Keuangan negara tertekan, terutama karena kebutuhan penanganan bencana besar di Sumatera, dan pemerintah mengaku “uangnya tidak ada”.
  3. Pengendalian APBN wajib dilakukan agar negara tidak melanggar Undang-Undang Keuangan Negara.
  4. Belanja pusat bergantung pada penerimaan, sementara penerimaan melemah.
  5. APBN mengalami defisit, dan ini menjadi tantangan nasional.
  6. Bukan hanya Dana Desa yang dikendalikan, banyak pos anggaran lain juga ditahan.
  7. Kebutuhan belanja Kemenkeu sangat tinggi, tidak sesuai dengan rencana APBN.
  8. Dari total Rp14 triliun Dana Desa Tahap II, pemerintah menahan sebagian—tidak hanya untuk desa tapi juga pemda.
  9. Kemenkeu memutuskan menyalurkan 94 persen dana earmark dan menahan 6 persen non-earmark karena keterbatasan anggaran.
  10. Pemerintah harus menyisihkan dana untuk bencana Sumatera.
  11. Kemenkeu menilai kepala desa kurang empati terhadap situasi bencana bila tetap menggelar aksi besar pada 8–12 Desember.
  12. Penundaan dana dianggap tidak sebanding dengan urgensi bencana nasional.
  13. Alternatif solusi: dana earmark boleh dialihkan sementara untuk menutup kebutuhan non-earmark.
author avatar
Patrazone

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button