Hukum

Dosen Hukum UI: KUHAP Baru Perkuat Legalitas dan Perlindungan Proses Hukum dalam Penahanan

Patrazone.com – Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Febby Mutiara Nelson, menilai KUHAP baru memberikan dasar penahanan yang lebih jelas dan terukur, sehingga memperkuat asas legalitas dan prinsip due process dalam penegakan hukum.

Febby menjelaskan, dibandingkan KUHAP lama, syarat penahanan di KUHAP baru kini dapat diuji secara objektif. Hal ini karena keputusan penahanan tidak lagi bergantung pada penilaian subjektif aparat, melainkan pada indikator konkret yang dapat diperiksa oleh penasihat hukum, jaksa, maupun hakim pemeriksa pendahuluan.

“Dasar penahanan menjadi lebih justiciable. Ini memperkuat asas legalitas dan due process,” ujar Febby kepada ANTARA, Minggu (23/11).

Perbedaan dengan KUHAP Lama

KUHAP lama mengatur penahanan berdasarkan kekhawatiran aparat terhadap kemungkinan tersangka melarikan diri, merusak barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. Menurut Febby, standar ini sangat bergantung pada interpretasi subjektif, sehingga menimbulkan risiko penahanan berlebihan.

Sementara itu, KUHAP baru merinci sekitar delapan indikator konkret yang menjadi dasar penahanan, seperti:

  1. Mengabaikan panggilan penyidik dua kali berturut-turut tanpa alasan sah
  2. Memberikan informasi tidak sesuai fakta saat pemeriksaan
  3. Menghambat proses pemeriksaan
  4. Berupaya melarikan diri
  5. Merusak atau menghilangkan barang bukti
  6. Melakukan tindak pidana ulang
  7. Terancam keselamatannya atas permintaan tersangka/terdakwa
  8. Memengaruhi saksi agar tidak bersaksi jujur

Selain itu, Pasal 100 ayat (5) KUHAP baru mensyaratkan penahanan harus didasarkan pada dua alat bukti yang sah dan hanya berlaku jika tersangka melakukan salah satu tindakan tersebut.

Penahanan Lebih Akuntabel dan Proporsional

Febby menilai, jika diterapkan disiplin, KUHAP baru memungkinkan penegakan hukum lebih optimal. Pertama, objektivitas syarat membuat keputusan penahanan lebih akuntabel, mengurangi praktik penahanan berlebihan, sekaligus memberi dasar kuat ketika penahanan memang diperlukan.

“Aparat tidak lagi hanya menyebut ‘kekhawatiran’, tetapi harus menunjuk indikator konkret,” kata dia.

Kedua, indikator konkret tersebut sejalan dengan prinsip modern peradilan pidana: proporsionalitas, kebutuhan, dan subsidiaritas. Artinya, penahanan menjadi opsi terakhir setelah evaluasi fakta dan prosedur secara cermat.

“Jika diimplementasikan dengan baik, ketepatan penahanan akan meningkat, menghasilkan proses peradilan yang lebih efektif, efisien, dan menghormati hak asasi manusia,” ujar Febby.

Tantangan Implementasi

Meski norma KUHAP baru lebih progresif, Febby menekankan bahwa perubahan aturan saja tidak cukup. Diperlukan pelatihan aparat, konsistensi penerapan, dan penguatan kontrol hakim pemeriksa pendahuluan.

“Bila itu berjalan, KUHAP baru justru meningkatkan kualitas penegakan hukum: lebih presisi, transparan, dan berkeadilan,” pungkas Febby.

author avatar
Patrazone

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button