Industri Kretek Nasional Dihimpit Regulasi dan Tekanan Asing, Sobary: Jangan Korbankan Kedaulatan Petani!

Patrazone.com – Industri kretek nasional tengah menghadapi tantangan berat, mulai dari tekanan regulasi dalam negeri hingga intervensi asing yang berpotensi mengancam kelangsungan sektor yang menghidupi jutaan rakyat ini. Budayawan senior, Mohammad Sobary, menegaskan bahwa kedaulatan petani tembakau dan cengkeh Indonesia kini terancam akibat desakan internasional terhadap pemerintah untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
“Sikap pemerintah yang hingga kini tidak meratifikasi FCTC adalah langkah tepat demi menjaga kedaulatan nasional, khususnya para petani dan pelaku industri kretek,” tegas Sobary dalam keterangan resminya, Minggu (22/6/2025).
Ancaman dari Regulasi dan Intervensi Global
FCTC merupakan kerangka kerja internasional di bawah naungan WHO yang bertujuan menekan konsumsi tembakau. Namun menurut Sobary, di balik niat mulia tersebut, terdapat potensi dampak besar bagi keberlangsungan industri kretek Indonesia. Salah satu pasalnya bahkan membuka ruang untuk pelarangan penyebaran produk hasil tembakau secara luas.
“Indonesia punya alasan kuat untuk tidak tunduk pada tekanan global itu. Bukan karena kita menolak kesehatan publik, tapi karena kretek adalah warisan budaya, sumber ekonomi, dan identitas bangsa,” ujarnya.
Penerimaan Cukai Tak Capai Target, Produksi Menurun
Industri kretek juga kini dibebani ratusan regulasi fiskal dan non-fiskal. Sobary mencatat bahwa kondisi ini ikut memengaruhi performa penerimaan negara melalui Cukai Hasil Tembakau (CHT).
Pada 2024, penerimaan cukai hanya mencapai Rp216,9 triliun atau 94,1% dari target Rp230,4 triliun. Selain itu, produksi rokok legal terus menunjukkan tren penurunan, sementara peredaran rokok ilegal meningkat—sebuah kondisi yang ironis di tengah regulasi yang semakin ketat.
Kretek: Industri Strategis dan Tangguh
Sobary menekankan bahwa Indonesia memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain dalam industri hasil tembakau: kretek. Produk ini tidak hanya unik secara budaya, tapi juga menyerap tenaga kerja dan memberikan efek ekonomi yang luas.
“Lebih dari 6 juta orang menggantungkan hidup pada industri ini, dari petani tembakau dan cengkeh, buruh pabrik, hingga pelaku distribusi dan pedagang,” tegasnya.
Ia juga menyoroti ketahanan industri kretek yang terbukti mampu bertahan di tengah berbagai krisis ekonomi, termasuk pandemi dan perlambatan global.
Tiga Rekomendasi Jaga Kedaulatan Industri Kretek
Untuk menyelamatkan industri kretek dari tekanan yang terus meningkat, Sobary menyampaikan tiga rekomendasi penting kepada pemerintah dan pemangku kebijakan:
- Menolak segala bentuk intervensi untuk mengaksesi FCTC.
- Menolak produk hukum yang mengancam petani dan pelaku industri kretek, seperti PP 28 Tahun 2024, RPMK, dan regulasi lain yang kontraproduktif.
- Melawan gerakan yang berusaha mereduksi kedaulatan industri kretek nasional, baik melalui narasi kesehatan yang bias maupun tekanan global berkedok perjanjian internasional.
“Jangan sampai demi citra internasional, kita kehilangan kedaulatan ekonomi dan budaya sendiri,” tutup Sobary.