Banyak Ingin Punya Anak, tapi Tak Mampu: UNFPA Ingatkan Potensi Krisis Kependudukan Global

Patrazone.com – Keinginan memiliki anak ternyata bukan masalah utama dari penurunan angka kelahiran di banyak negara, termasuk Indonesia. Sebaliknya, kekhawatiran terhadap biaya hidup, ketidakpastian ekonomi, dan keterbatasan akses membuat banyak pasangan menunda atau bahkan membatalkan rencana memiliki anak.
Hal ini terungkap dalam laporan tahunan State of World Population (SWP) 2025 yang dirilis United Nations Population Fund (UNFPA) bekerja sama dengan lembaga survei YouGov. Survei dilakukan terhadap 14 ribu responden dari 14 negara yang mewakili lebih dari sepertiga populasi dunia, termasuk Indonesia.
“Krisis fertilitas sesungguhnya bukan soal orang tidak ingin punya anak. Banyak dari mereka ingin, tapi tidak mampu,” kata Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative, dalam konferensi pers SWP 2025 di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Mayoritas Ingin Dua Anak, Tapi Banyak yang Menunda
Di Indonesia, hasil survei menunjukkan 74 persen perempuan dan 77 persen laki-laki ingin memiliki dua anak atau lebih. Angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata global, yang hanya 62 persen untuk perempuan dan 61 persen untuk laki-laki.
Namun keinginan itu tertahan oleh realitas kehidupan sehari-hari. Faktor paling dominan yang membuat masyarakat ragu menambah anak antara lain:
- Tingginya biaya membesarkan anak (39 persen)
- Keterbatasan tempat tinggal (22 persen)
- Ketidakstabilan pekerjaan dan ekonomi (20 persen)
Survei juga menempatkan Indonesia di lima besar negara dengan responden terbanyak yang merasa tidak mampu memiliki anak sesuai waktu yang diinginkan, yakni lebih dari 20 persen responden.
Pemerintah: Belum Krisis, tapi Harus Waspada
Deputi Pengendalian Kependudukan BKKBN, Bonivasius Prasetya Ichtiarto, menyatakan bahwa meskipun angka fertilitas Indonesia masih di level aman, namun tren ini tidak boleh diabaikan.
“Pertumbuhan penduduk Indonesia saat ini sekitar 1,1 persen, dengan angka kelahiran total (TFR) di 2,11 persen. Tapi laporan ini jadi masukan penting untuk arah kebijakan kependudukan kita ke depan,” kata Bonivasius.
Menurutnya, pemerintah kini fokus pada pendekatan berbasis perencanaan keluarga matang, bukan lagi kampanye “dua anak cukup”. Edukasi kini diarahkan pada konsep “Empat Terlalu”:
- Terlalu muda
- Terlalu tua
- Terlalu banyak
- Terlalu dekat jaraknya
“Yang kita jaga adalah hak perempuan untuk menentukan jumlah anaknya, tapi tetap kami edukasi bahwa perencanaan keluarga itu penting untuk kesehatan dan masa depan,” tambahnya.
Strategi Pemerintah: Taman Asuh hingga Dukungan Ibu Bekerja
Untuk mendukung keluarga muda, pemerintah telah menyiapkan berbagai strategi seperti:
- Penguatan layanan Keluarga Berencana (KB)
- Peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak
- Dukungan bagi perempuan dalam angkatan kerja
- Program Taman Asuh Sayang Anak sebagai bagian dari Quick Wins Kemendukbangga
“Isu fertilitas kini bukan hanya soal kesehatan reproduksi, tapi juga tentang bagaimana negara menciptakan ekosistem yang mendukung keluarga sejahtera,” tegas Bonivasius.