Food & Travel

Surabaya dan Malang Tetap Bergairah, Saat Industri Hotel Jakarta Tertekan Efisiensi Anggaran Pemerintah

Patrazone.com- Industri hotel dan restoran di DKI Jakarta tengah menghadapi tekanan berat sepanjang triwulan pertama 2025. Tingkat okupansi menurun drastis hingga memicu kekhawatiran akan terjadinya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini diungkapkan langsung oleh Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DKI Jakarta dalam laporan terbarunya.

Namun di tengah sorotan itu, kondisi berbeda justru terjadi di dua kota besar Jawa Timur—Surabaya dan Malang. Kedua kota ini menunjukkan sinyal positif dalam hal tingkat hunian hotel. Apa rahasia stabilitas mereka di tengah tekanan ekonomi nasional?


MICE Jadi Penyelamat Okupansi di Surabaya dan Malang

Menurut Ketua PHRI Jawa Timur, Dwi Cahyono, aktivitas ekonomi dan pariwisata di Surabaya dan Malang tetap hidup berkat masih maraknya penyelenggaraan kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) oleh pemerintah daerah maupun sektor swasta.

“Sejak adanya efisiensi anggaran pemerintah pusat, semua daerah terdampak. Tapi Surabaya dan Malang masih punya keistimewaan karena event MICE tetap berjalan di sini,” ujar Dwi kepada Kompas.com, Rabu (28/5/2025).

Selain kegiatan pemerintahan seperti rapat dan forum daerah, pihak swasta juga rutin menggelar event seperti Shopping Festival, Medic Run, Festival Kuliner Legenda, hingga City Expo. Acara-acara ini terbukti menyumbang peningkatan okupansi hotel yang signifikan.


Event Pemerintah Dinilai Lebih Menstimulasi

Dwi mengakui bahwa meskipun acara dari sektor swasta memberi kontribusi besar, kegiatan yang diinisiasi pemerintah tetap memiliki daya dorong yang lebih kuat.

“Event pemerintah itu bukan cuma soal pemasukan langsung. Tapi bisa menjadi stimulus terciptanya event-event lanjutan. Kami imbau pemerintah segera merealisasikan anggaran MICE mereka,” tegas Dwi.


Jakarta: Efisiensi Anggaran Ancam Stabilitas Industri Hotel

Berbanding terbalik, situasi di Jakarta justru kian mengkhawatirkan. Ketua PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, mengungkapkan bahwa 96,7% hotel di Jakarta mencatatkan penurunan tingkat hunian di triwulan pertama 2025.

“Penurunan terbesar berasal dari segmen pasar pemerintahan, yang selama ini jadi penggerak utama okupansi hotel di Jakarta,” jelas Sutrisno dalam konferensi pers daring, Senin (26/5/2025).

Survei internal PHRI menunjukkan bahwa 66,7% responden menyebutkan penyusutan pasar pemerintahan sebagai penyebab utama penurunan pendapatan.


Tekanan Tambahan: Wisatawan Asing Minim, Biaya Operasional Naik

Lebih lanjut, Sutrisno mengungkapkan bahwa industri hotel di Jakarta kini semakin tergantung pada wisatawan domestik, sebab kontribusi wisatawan mancanegara (wisman) masih sangat rendah.

Data BPS menunjukkan rata-rata kunjungan wisman ke Jakarta hanya 1,98% per tahun dibanding total kunjungan domestik selama 2019–2023.

Masalah lain yang mendera pelaku usaha adalah melonjaknya biaya operasional. Tarif air dari PDAM naik hingga 71%, harga gas meningkat 20%, serta berbagai regulasi dan sertifikasi yang dinilai semakin rumit dan membebani.


Harapan untuk Dukungan Pemerintah

PHRI mengingatkan pemerintah pusat agar kembali mengalokasikan anggaran belanja kegiatan MICE yang selama ini menjadi napas utama perhotelan. Dukungan nyata ini dianggap penting agar industri tidak hanya bertahan, tetapi juga mampu bangkit pascapandemi.

“Tanpa event-event dari pemerintah, sulit bagi hotel untuk menjaga cashflow, apalagi dalam kondisi biaya operasional yang terus naik,” tutup Sutrisno.


Kesimpulan: Kolaborasi Pemerintah dan Swasta Adalah Kunci

Kisah sukses Surabaya dan Malang menjadi bukti bahwa sinergi antara pemerintah daerah dan sektor swasta mampu menjaga stabilitas industri perhotelan. Jakarta dan daerah lain bisa menjadikan ini sebagai pelajaran, bahwa dukungan kebijakan yang adaptif sangat penting demi keberlangsungan industri akomodasi nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button