Sains

Lubang Hitam Raksasa Seberat 225 Kali Matahari Ditemukan, Pecahkan Rekor Dunia

Patrazone.com – Para ilmuwan dari kolaborasi LIGO-Virgo-KAGRA (LVK) kembali mencatat sejarah dalam dunia astronomi. Mereka berhasil mendeteksi penggabungan dua lubang hitam raksasa yang membentuk lubang hitam baru dengan massa sekitar 225 kali massa Matahari—menjadikannya lubang hitam bermassa menengah terbesar yang pernah tercatat.

Peristiwa kosmis luar biasa ini terjadi di luar galaksi Bima Sakti, dan mengalahkan rekor sebelumnya, yakni lubang hitam dengan massa gabungan 142 kali Matahari.


Terbentuk dari Dua Lubang Hitam “Langka”

Yang membuat penemuan ini semakin mengejutkan adalah ukuran kedua lubang hitam sebelum bertabrakan: masing-masing diperkirakan memiliki massa sekitar 100 dan 140 kali Matahari. Keduanya masuk dalam kategori yang dikenal sebagai “celah massa”—yaitu rentang massa 60–130 kali Matahari, yang menurut teori tidak memungkinkan pembentukan lubang hitam langsung dari ledakan bintang (supernova).

“Secara teori, bintang yang sangat besar akan meledak dan justru melepaskan sebagian besar massanya ke luar angkasa,” kata Prof. Mark Hannam, fisikawan dari Universitas Cardiff dan anggota tim LVK, dikutip dari Live Science, Selasa (15/7/2025).

“Kami menduga lubang hitam tidak terbentuk dalam rentang massa tersebut, tapi pengamatan ini membuktikan sebaliknya,” imbuhnya.


Deteksi Melalui Gelombang Gravitasi

Fenomena ini pertama kali terdeteksi pada 23 November 2023 oleh detektor LIGO yang berlokasi di Louisiana dan Washington, Amerika Serikat. Detektor ini bekerja dengan cara menangkap gelombang gravitasi, yaitu riak kecil dalam ruang dan waktu yang timbul akibat kejadian kosmis besar seperti tabrakan lubang hitam.

Gelombang gravitasi sendiri pertama kali dibuktikan secara langsung pada tahun 2015 oleh LIGO, setelah sebelumnya diprediksi oleh Albert Einstein lebih dari satu abad lalu. Penemuan ini membuat para ilmuwan pengembangnya dianugerahi Hadiah Nobel Fisika 2017.


Tantangan dalam Mengukur Massa Akurat

Salah satu tantangan terbesar dalam analisis ini adalah fakta bahwa kedua lubang hitam tersebut berputar sangat cepat sebelum bergabung. Kecepatan rotasi ekstrem ini membuat perhitungan massa menjadi tidak akurat, karena rumus relativitas Einstein tidak berlaku secara presisi dalam kondisi ekstrem tersebut.

“Model-model kami memberikan hasil berbeda-beda. Jadi meskipun kami yakin lubang hitam ini sangat masif, kami belum bisa mengukur massanya dengan sangat akurat,” ujar Hannam.

Para ilmuwan berharap bisa meningkatkan akurasi perhitungan dengan pengembangan model baru dan pengamatan lebih banyak peristiwa serupa di masa depan.


Lubang Hitam Bermassa Menengah: Misteri Astronomi

Dalam dunia astronomi, lubang hitam biasanya dikelompokkan ke dalam dua kategori:

  • Lubang hitam kecil, yang terbentuk dari kematian bintang, dengan massa beberapa hingga puluhan kali massa Matahari.
  • Lubang hitam supermasif, yang berada di pusat galaksi dan bisa bermassa miliaran kali Matahari.

Lubang hitam dengan massa ratusan kali matahari—seperti dalam penemuan ini—termasuk dalam kategori lubang hitam bermassa menengah (intermediate-mass black hole), yang hingga kini masih sangat jarang teridentifikasi.


Ancaman Pendanaan Bisa Hambat Penemuan Penting

Sejak 2015, detektor LIGO, Virgo, dan KAGRA telah mendeteksi lebih dari 300 peristiwa penggabungan lubang hitam. Namun, potensi untuk penemuan penting berikutnya bisa terhambat oleh masalah pendanaan.

Jika pendanaan untuk operasional LIGO di AS terpotong, satu dari dua detektor LIGO berpotensi berhenti beroperasi, sehingga menurunkan peluang untuk mendeteksi kejadian luar biasa seperti ini.


Temuan Ini Ubah Pemahaman tentang Alam Semesta

Penemuan lubang hitam bermassa 225 kali Matahari tidak hanya memecahkan rekor dunia, tetapi juga mengguncang teori-teori lama dalam fisika bintang dan kosmologi. Dengan teknologi gelombang gravitasi yang semakin maju, masa depan eksplorasi semesta terbuka lebar—asal tantangan pendanaan dan pengembangan model fisika terus dijawab secara kolektif oleh komunitas ilmiah global.

Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button